Photobucket

Sabtu, 03 April 2010

>Semangat Wirausaha Mandiri

Lembaga pendidikan formal yang didirikan dengan tujuan mendidik angkatan kerja informal dan nonformal terdengar sebagai sebuah paradoks. Namun pola semacam ini adalah pendekatan yang paling praktis serta faktual dalam konteks kehidupan kita saat ini, di mana peluang kerja tidak lagi berlimpah dan melebihi jumlah tenaga kerja yang tersedia, melainkan sebaliknya: peluang itu harus diciptakan sendiri oleh para pencari kerja.

Di sinilah terbukanya celah bagi sekolah-sekolah menengah kejuruan; suatu wilayah pendidikan formal yang kerap tak dipandang sebelah mata pun oleh sebagian orang, tetapi nyatanya mampu menjadi penyangga struktur perekonomian bangsa.

Pada era 1970-an dan 1980-an, banyak siswa sekolah kejuruan yang merasa minder tentang sekolah-sekolah mereka. Sekolah-sekolah menengah umum dianggap jauh lebih bermutu, lebih menjanjikan masa depan gemilang, lebih hebat fasilitasnya, atau, setidak-tidaknya, lebih bergengsi. Namun sejak dekade 1990-an, khususnya setelah Reformasi, terasa sekali pergeseran cara pandang ini, seiring dengan kian menyempitnya lapangan kerja. Bukan hal yang luarbiasa kini bila kita temukan orangtua siswa yang memang telah merancang agar putra-putri mereka meneruskan bersekolah di SMK. Masuk SMK bukan lagi suatu akibat 'kecelakaan', atau hanya gara-gara calon siswa tak memenuhi syarat masuk sekolah umum.

Dalam konteks Kabupaten Karanganyar, lapangan kerja yang tersedia tak jauh berbeda dengan situasi di Indonesia secara keseluruhan. Tak banyak lowongan yang terbuka di luar sana. Untuk Indonesia secara umum, pertumbuhan penduduk yang sulit ditekan, persoalan-persoalan ekonomi yang tak kunjung terpecahkan, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh dunia usaha, dan berbagai faktor lain menyebabkan jumlah tenaga kerja yang tak tertampung sangat besar. Persaingan memperebutkan pekerjaan menjadi sengit. Ini merupakan problema yang juga terasa di Karanganyar.

Tetapi, justru dalam kondisi semacam itulah SMK memiliki kesempatan untuk berkembang.



Keunggulan-keunggulan SMK

Dalam tataran praktis, kita dapat melihat bahwa para alumni SMK menamatkan pendidikan formal mereka dalam keadaan siap kerja. Ini mencirikan keunggulan SMK dibanding sekolah-sekolah umum. Tanpa menghabiskan waktu untuk mendidik-ulang para pekerja yang baru, perusahaan-perusahaan memperoleh tenaga kerja profesional langsung dari sekolah-sekolah kejuruan manajemen bisnis. Makin baik kualitas sekolahnya, makin bermutu pula para alumninya. Karena itu, dunia usaha hanya bersedia menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah kejuruan yang mereka anggap mampu menjalankan tugas mendidik para siswa menjadi pekerja kompeten.

Apa bedanya SMK dengan lembaga-lembaga pendidikan non-formal yang menawarkan kursus-kursus manajemen, administrasi, dan sebagainya?

SMK adalah sebuah lembaga pendidikan formal. Ini berarti para siswa yang lulus memperoleh kesempatan ganda: mereka dapat meneruskan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi, atau langsung bekerja. Lembaga-lembaga kursus tidak dapat menawarkan pilihan seperti itu.

Selain itu, SMK memberikan bekal pendidikan yang tidak hanya semata-mata membantu siswa menguasai suatu keahlian, tetapi juga memberi mereka lingkungan belajar-mengajar dan pergaulan yang baik. Pelajaran-pelajaran serta kegiatan-kegiatan yang bertujuan membangun akhlak, moral, dan budi-pekerti, serta kesehatan jasmani maupun rohani, juga tercakup dalam kurikulum pendidikan SMK, dan ini semua tidak ada dalam program kursus. Kesiapan kerja mencakup pula kesiapan mental dan fisik, karenanya pola pendidikan SMK meliputi penggemblengan kedua-duanya.

Karena itu, kini bersekolah di SMK tak lagi merupakan tanda rendahnya kualitas siswa, melainkan sebagai penanda pilihan praktisnya dan keputusannya tentang bagaimana mereka akan menjalani kehidupan orang dewasa.



Nilai Inisiatif

Kini bukan zamannya lagi untuk duduk diam menunggu instruksi. Para siswa SMK pun, sebagai pribadi-pribadi generasi baru Indonesia, mampu berpikir serta bertindak kritis dan memiliki daya inisiatif yang tinggi apabila kita pupuk dan kita bimbing pengembangannya.

Dalam pendidikan yang berfokus kepada penyiapan tenaga kerja profesional, kemungkinan kian menyempitnya peluang kerja diantisipasi dengan penumbuhan semangat wirausaha di antara para siswa.

Sekitar 40% lulusan SMKN 1 Sungai Loban setiap tahunnya memperoleh pekerjaan di perusahaan-perusahaan terkemuka di Indonesia maupun di mancanegara (lihat Bursa Kerja Khusus SMKN 1 Sungai Loban). Sisanya ke mana?

Mereka membuka usaha sendiri.

Banyak di antara mereka telah mampu mempekerjakan diri sendiri selepas sekolah; bahkan mampu memberikan peluang kerja kepada teman-teman atau kerabat mereka.

Segala hal yang diajarkan di sekolah (setidaknya di SMKN 1 Sungai Loban) berkaitan dengan semangat wirausaha mandiri; bahkan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler pun bertujuan untuk menanamkan nilai inisiatif dan semangat kemandirian (lihat misalnya Majalah SMKN 1 Sungai Loban, sementara untuk kegiatan yang tercakup di dalam kurikulum lihat sasaran pembinaan Laboratorium Bahasa dan sasaran pembinaan Laboratorium Komputer).

Sebagai pendidik, kita akan sangat bangga melihat para siswa menjadi wirausahawan/wirausahawati mandiri setamat sekolah. Tak ada yang lebih membahagiakan orangtua selain menyaksikan putra-putri mereka berdiri di atas kaki sendiri. Kemampuan ini membuktikan kualitas mereka sebagai harapan Indonesia di masa depan -- Indonesia yang akan menjadi milik mereka, dan akan bergantung kepada semangat kemandirian serta inisiatif dan inovasi mereka, saat kita tak lagi ada di sana. Adalah tugas mereka kelak untuk mencegah kemandekan, dan mendorong kemajuan. Keberhasilan para mantan siswa yang mampu mandiri adalah sumber kebahagiaan terbesar bagi seorang guru.

0 komentar:

Posting Komentar

Kami sangat mengharapkan Komentarnya